Pengakuan Anak Luar Kawin Sebagai Ahli Waris Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.


Dent’s.Kumala Sari, , 8150408149 (2012) Pengakuan Anak Luar Kawin Sebagai Ahli Waris Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

[thumbnail of Pengakuan Anak Luar Kawin Sebagai Ahli Waris Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. ] Microsoft Word (Pengakuan Anak Luar Kawin Sebagai Ahli Waris Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. ) - Published Version
Download (13kB)

Abstract

Anak luar kawin adalah anak yang lahir diluar perkawinan yang sah atau belum dicatatkan. Untuk memperoleh hak-haknya termasuk hak waris, anak luar kawin harus memperoleh pengakuan dari orang tuanya. Permasalahan yang akan dikaji adalah: (1) Bagaimana pengakuan anak luar kawin berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI? (2) Bagaimana kedudukan anak luar kawin sebagai ahli waris berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Dari data yang terkumpul, kemudian diambil kesimpulan dengan metode deduktif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa: anak luar kawin memerlukan pengakuan dari orang tuanya seperti yang tercantum dalam pasal 280 KUHPerdata sehingga terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 43 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 100, mengatur mengenai anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibu. Namun, setelah keluarnya putusan MK Nomor: 46/PUU-VIII/2010, anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya putusan MK, ditindak lanjuti dengan keluarnya surat edaran PTA Semarang yang menetapkan untuk mengesahkan anak syaratnya adalah sudah ada perkawinan tetapi belum dicatatkan (nikah sirri) kemudian dicatatkan melalui istbat di PA. Itsbat nikah diatur dalam pasal 7 KHI. Dalam KUHPerdata, pengakuan dengan pengesahan anak berbeda. Pengakuan anak, orang tuanya tidak harus dalam ikatan perkawinan sedangkan pengesahan anak, orang tua harus dalam ikatan perkawinan. Akibat pengesahan, anak menjadi anak sah. Adanya pengakuan, anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan orang tuanya, salah satunya mendapat hak mewaris yang besar bagiannya dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 863. Dalam UU Perkawinan tidak membahas mengenai harta warisan. Sedangkan dalam KHI, apabila anak luar kawin sudah mendapat pengesahan akan mendapat hak mewaris yang besar bagiannya sama dengan anak sah. Dengan demikian sebagai saran dari penulis adalah (1) Bagi masyarakat, sebaiknya menikah dengan sah menurut agama dan hukum negara. (2) Bagi Dispencapil dan KUA, sebaiknya selalu melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan perkawinan untuk melindungi status hukum dari anak.

Item Type: Thesis (Under Graduates)
Uncontrolled Keywords: Anak Luar Kawin, Pengakuan Anak, Harta Waris.
Subjects: K Law > KZ Law of Nations
Fakultas: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum, S1
Depositing User: budi Budi santoso perpustakaan
Date Deposited: 13 Sep 2012 08:34
Last Modified: 13 Sep 2012 08:34
URI: http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/15410

Actions (login required)

View Item View Item