Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2011.


Heigo Pebrianto , 3450407073 (2011) Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2011. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

[thumbnail of Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2011.]
Preview
PDF (Legalitas Sumpah Advokat Untuk Beracara Di Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2011.) - Submitted Version
Download (7MB) | Preview

Abstract

Dalam Undang-Undang Advokat yang menjadi permasalah dalam penelitian ini terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1). Dalam Pasal 28 ayat (1) diamanatkan untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat. Namun kenyataannya terdapat banyak Organisasi Advokat. Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) diamanatkan untuk dilakukan sumpah terhadap advokat sebelum beracara di pengadilan. Namun dalam perkembangannya Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor 052/KMA/V/2009 memerintahkan agar Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk sementara waktu tidak mengambil sumpah advokat baru sebelum terbentuknya wadah tunggal advokat. Terkait berbagai permasalahan sumpah advokat tersebut, telah dilakukan upaya uji materiil terhadap Undang- Undang Advokat yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun Putusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 101/PPU-VII/2009 ternyata bertentangan dengan SEMA Nomor 052/KMA/V/2009. Hal ini tentunya akan menciptakan dualisme pandangan di Pengadilan Tinggi maupun Pengadilan Negeri apakah mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi atau Surat Ketua Mahkamah Agung dalam menentukan sikap tentang advokat yang legal untuk dapat beracara di pengadilan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai : bagaimana sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPUVII/ 2009?, dan bagaimana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009?. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan menganalisis sikap Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, serta Mengetahui sejauh mana sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling, dengan jenis sampling yaitu purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Serta menggunakan teknik trianggulasi dalam validitas dan keabsahan data. Adapun Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Pada Pengadilan Tinggi menunjukan bahwa Pengadilan Tinggi belum menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 dan lebih memilih untuk menjalankan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009. Pengadilan Tinggi beralasan bahwa sebagai lembaga yang secara organisatoris berada di bawah Mahkamah Agung, maka Pengadilan Tinggi harus tunduk pada Mahkamah Agung bukan pada lembaga lain termasuk pada Mahkamah Konstitusi dan putusan yang dihasilkannya. (2) Sedangkan pada Pengadilan Negeri menunjukkan bahwa sumpah advokat harus sesuai dengan Undang-Undang Advokat, dimana menyatakan seorang advokat yang tidak disumpah Pengadilan Tinggi adalah advokat yang tidak sah, sehingga secara hukum advokat yang tidak disumpah dalam sidang terbuka Pengadilan Tinggi tidak berhak beracara dalam persidangan di pengadilan. Namun dalam prakteknya advokat yang belum disumpah dalam di Pengadilan Tinggi diperbolehkan menjadi kuasa hukum, tetapi sifatnya mendampingi advokat lain yang sudah sah yang telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Tinggi tidak menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009, Pengadilan Tinggi lebih memilih untuk menjalankan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 052/KMA/V/2009. Sedangkan Sikap Pengadilan Negeri terhadap advokat yang tidak dapat menunjukkan berita acara sumpah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PPU-VII/2009 adalah tidak sah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Advokat. Dari simpulan tersebut dapat diberikan saran bahwa agar advokat memiliki legalitas seperti yang dikehendaki Undang-Undang Advokat, maka Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 seharusnya dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi dengan mengadakan sidang terbuka untuk melakukan penyumpahan terhadap para advokat tanpa memandang organisasinya, dan Sikap Pengadilan Negeri dalam menanggapi kasus sumpah advokat tersebut sebaiknya menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 karena mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi lebih berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tentunya hal ini dilakukan sambil menunggu organisasi advokat menyelesaikan permasalahan intern mereka dengan baik.

Item Type: Thesis (Under Graduates)
Uncontrolled Keywords: Sumpah, Advokat, Legalitas
Subjects: K Law > K Law (General)
Fakultas: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum, S1
Depositing User: eko handoyo perpustakaan
Date Deposited: 31 Oct 2011 07:22
Last Modified: 25 Apr 2015 06:26
URI: http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/6657

Actions (login required)

View Item View Item