KEKUATAN ALAT BUKTI PENYADAPAN YANG DIPEROLEH TANPA PROSEDUR HUKUM DALAM PEMBUKTIAN PADA SISTEM PERADILAN PIDANA
ADENIA NABILAH GUNAWAN, 8111416274 (2021) KEKUATAN ALAT BUKTI PENYADAPAN YANG DIPEROLEH TANPA PROSEDUR HUKUM DALAM PEMBUKTIAN PADA SISTEM PERADILAN PIDANA. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
PDF
- Published Version
Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Penyadapan merupakan upaya pembuktian khusus dilakukan pada tindak pidana tertentu, yaitu apabila telah diatur sebelumnya dalam suatu Undang�Undang. Belum terpenuhinya regulasi penyadapan yang komperhensif membuat kepastian hukum atas alat bukti penyadapan menjadi dipertanyakan. Penyadapan yang dilakukan untuk tujuan penegakan hukum dapat menciderai hak privasi yang termasuk hak asasi manusia yang dijamin oleh negara dalam pelaksaannya karena membatasi seseorang untuk melakukan komunikasi yang tidak bersifat publik. Pelaksanaan unlawful interception dapat terjadi apabila aparat penegak hukum tidak mematuhi prosedural penyadapan.Terhadap permasalahan tersebut, penelitian ini akan mengkaji mengenai (1) Bagaimana eksistensi alat bukti yang diperoleh dari penyadapan dalam persidangan? (2) Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari penyadapan tanpa sesuai prosedur dalam persidangan? Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Metode pengumpulan data pada penilitian ini menggunakan studi kepustakaan melalui perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, buku, dan jurnal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (1) Alat bukti penyadapan termasuk ke dalam alat bukti sah diluar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu sebagai alat bukti elektronik tetapi penggunaannya bersifat khusus untuk pembuktian tindak pidana tertentu yang telah disebutkan dalam Undang-Undang dan regulasi kewenangan penyadapan masih tersebar pada berbagai Undang-Undang yang menyesuaikan dengan sektoral masing-masing lembaga serta kedudukan alat bukti penyadapan dapat ditinjau dari kekuatan pembuktian di persidangan melalui kewenangan, orisinalitas, relevansi, dan dapat diterima sebagai alat bukti. (2) Pelaksanaan penyadapan harus mengikuti prosedural meskipun dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang. Pembatasan prosedural dibutuhkan untuk menghindari tindakan sewenang�wenang yang berakibat pada unlawful interception yang membuat alat bukti penyadapan dikesampingkan penggunaannya atau dianggap tidak memiliki nilai yuridis karena melanggar due process of law yang menciderai hak privasi.
Item Type: | Thesis (Under Graduates) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Alat Bukti, Penyadapan, Regulasi, Kekuatan Pembuktian, Hak Privasi |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Fakultas: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum, S1 |
Depositing User: | Kharisma ADHIARYA |
Date Deposited: | 04 Aug 2022 04:39 |
Last Modified: | 04 Aug 2022 04:39 |
URI: | http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/50984 |
Actions (login required)
View Item |