Amenangi Jaman Padu


Dhoni Zustiyantoro, - (2020) Amenangi Jaman Padu. Griya Jawi, Semarang. ISBN 978-623-93459-0-7

[thumbnail of Dhoni Zustiyantoro-Amenangi Jaman Padu - Dhoni Zustiyantoro.pdf] PDF
Download (1MB)

Abstract

Buku Amenangi Jaman Padu ini adalah kumpulan tulisan berbahasa Jawa saya yang pernah terbit di rubrik “Pamomong” Harian Suara Merdeka pada rentang 2018. Sejak awal 2017, saya dipercaya menjadi pengisi tetap di rubrik tersebut, yang dalam setahun rata-rata menulis sebanyak 22 kali. Menulis secara rutin untuk media massa memang tak bisa menghindari keberulangan tema—meski satu peristiwa aktual tetap ditulis dalam sudut pandang yang berbeda dan dengan referensi yang berbeda pula. Untuk itu, di antara sejumlah tulisan yang telah terbit itu, saya merasa perlu memilih untuk mengumpulkannya dalam buku sederhana ini. Sebanyak 17 tulisan di dalam buku ini, meski ditulis dengan pendekatan aktual—karena memang demikianlah sifat media massa, akan menemukan kontekstualitasnya sendiri seperti halnya nilai-nilai dalam budaya Jawa yang terbentang dalam setiap tulisan tak akan lekang oleh zaman. Buku ini menyusul buku sebelumnya yang juga merupakan kumpulan tulisan saya di media massa: Jaman Susah Golek Panutan (2017) dan Tentang Jawa dan Hal-hal yang Tak Selesai (2017). Panjang setiap tulisan dalam buku ini sekitar 5.500 karakter termasuk spasi, sebagaimana disyaratkan oleh redaksi dalam setiap tulisan yang mesti saya kirimkan sebelum tenggat. Pembaca yang budiman mungkin akan dengan mudah menyelesaikan buku ini dalam satu atau dua kali membuka fail. Saya menyediakan buku ini secara gratis dalam bentuk fail sebagai upaya urun-urun, turut berkontribusi dalam menyediakan bahan bacaan selama pemerintah mengimbau untuk bekerja dari rumah. Saya turut tergerak setelah gerakan tersebut ramai digaungkan di media sosial dalam masa penanggulangan Covid-19. Kita perlu terus berupaya mendukung pemerintah dan pihak terkait sembari berdoa semoga pagebluk ini segera bisa diatasi. Kenapa tulisan yang sudah terbit di media massa diterbitkan kembali ke dalam buku? Saya berkeyakinan bahwa agar bisa berumur panjang, sebuah pemikiran mesti disampaikan dalam bentuk tulisan dan ia akan (semakin) diingat ketika diwujudkan dalam buku. Sejarah pemikiran di seluruh dunia membuktikan bahwa buku adalah monumen paling tangguh. Sebagaimana tercermin melalui judulnya, buku ini lebih-kurang ingin memotret, kalaulah tak bisa disebut “mengingatkan”, ihwal realitas kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Betapa setiap waktu kita dipertontonkan dengan “keterampilan padu”: pamer adu bantah tanpa upaya solutif, oleh politikus, oleh siapa pun yang merasa perlu menjadi bagian dari oposisi atau ingin dipilih untuk mewakili rakyat. Alhasil, padu pada era post-truth pun tak cuma dilakoni oleh mereka yang beda sikap dan pendapat. Ia menjadi “menu wajib” bagi ke-liyan-an. Tapi tentu saja dari padu kita tahu ada hal-hal yang diupayakan dan diperjuangkan. Dalam konteks tertentu ia tak sekadar menarik minat, tapi menjadi representasi dari sikap-kejiwaan untuk melawan tirani dan keangkuhan. Ya, itu hanyalah salah satu tulisan. Masih ada 16 tulisan lain ihwal kepemimpinan ala Jawa, kebudayaan, dan bahasa/sastra. Tulisan-tulisan terkait kebudayaan pada umumnya memang berupaya reflektif, demikian halnya dalam rubrik “Pamomong”. Dalam rubrik itu, spirit yang terus digaungkan adalah mengaktualisasi nilai-nilai kolektif dalam kebudayaan Jawa sebagai pendekatan dalam mengatasi persoalan di tengah masyarakat. Dalam aras kebudayaan, demikian halnya ketika kita menyelami teks-teks lama, persoalan yang sedang disandang kini adalah persoalan yang dulu pernah pula dilalui oleh manusia. Nah, melalui cerita lisan, naskah, serat, babad, lakon ketoprak dan wayang, hingga produk kultural lainnya, sesungguhnya tersimpan cerminan itu. Sisi ketika manusia ditampilkan baik dan buruk dengan pelbagai risiko dan jejak sejarahnya, menjadi pasinaon yang begitu berharga agar kita tak terjerumus dalam lubang yang sama, atau katakanlah, menjadi “referensi” dalam bersikap. Seperti kata Goenawan Mohamad, “Selalu ada yang bisa mengerikan dalam hubungan kita dengan sejarah. Tapi pada saat yang sama, selalu ada yang membuat masa lalu berharga justru dalam kerapuhan manusia...” Itulah kecerdasan semiotik (semiotic intelligence) dalam kultur Jawa: ngelmu titen.

Item Type: Book
Subjects: P Language and Literature > PI Oriental languages and literatures > PI1 Indonesia
P Language and Literature > PI Oriental languages and literatures > PI1 Indonesia > Pendidikan Bahasa dan Sastra
Fakultas: Fakultas Bahasa dan Seni > Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa (S1)
Depositing User: dina nurcahyani perpus
Date Deposited: 10 Feb 2022 03:23
Last Modified: 10 Feb 2022 03:23
URI: http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/48741

Actions (login required)

View Item View Item