IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP EKSISTENSI ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI


BENNY DWI MAHENDRA, 8150408098 (2013) IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP EKSISTENSI ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

[thumbnail of IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP EKSISTENSI ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI]
Preview
PDF (IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP EKSISTENSI ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI) - Published Version
Download (1MB) | Preview

Abstract

Status anak hasil perkawinan sirri sebelumnya hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya tanpa memiliki kepastian hukum. Setelah di keluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 tentang Pengakuan Anak Luar Kawin maka terjawablah ketidak pastian tersebut. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk membahas permasalahan bagaimanakah status hukum anak luar kawin dari hasil perkawinan sirri kepada orangtua biologis pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, kedua bagaimanakah prosedur pengakuan anak luar kawin oleh ayah biologis dari perkawinan sirri pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara sebagai penguat. Hasil dan simpulan dari penelitian ini adalah bahwa perkawinan sirri merupakan perkawinan yang sah, karena pelaksanaannya telah terpenuhi syarat dan rukun nikah sesuai agama Islam sebagaimana sesuai bunyi Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: “Perkawinan adalah sah , apabilla dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”. Dari bunyi Pasal diatas jelas bahwa perkawinan itu sah jika telah dilakukan menurut agama dan kepercayaannya akan tetapi perkawinan sirri tersebut belum terpenuhinya syarat administratif sesuai Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Maka status hukum dari anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri yang tidak dicatatkan statusnya adalah anak luar kawin. Anak luar kawin tersebut statusnya bisa berubah menjadi anak sah menurut pandangan hukum positif jika telah dilakukan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama dan atas dasar penetapan dari Perngadilan Agama tersebut, barulah perkawinan sirri tersebut bisa dilakukan pencatatan di KUA. Untuk membuktikan apakah anak tersebut mempunyai hubungan darah dengan ayah biologisnya harus bisa di buktikan dengan menggunakan tes DNA. Anak tersebut akan otomatis mendapatkan hak keperdataan secara penuh sebagaimana hak keperdataan anak sah pada umumnya, yaitu: hak waris, hak penafkahan, hak perwalian. Saran penulis adalah, bagi masyarakat sebaiknya tidak melakukan hal seperti kasus ini karena tidak memiliki kekuatan hukum. Bagi Pengadilan Agama hendaknya lebih cermat jika nanti menanggani kasus seperti ini.

Item Type: Thesis (Under Graduates)
Uncontrolled Keywords: Putusan Mahkamah Konstitusi, Anak Luar Kawin
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
K Law > KZ Law of Nations
Fakultas: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum, S1
Depositing User: budi Budi santoso perpustakaan
Date Deposited: 30 May 2014 11:09
Last Modified: 30 May 2014 11:09
URI: http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/20031

Actions (login required)

View Item View Item